Dalam peperangan banyak upaya yang dilakukan untuk memenangkan pertempuran dalam era modern pengerahan persenjataan mutakhir juga menjadi keharusan, diluar peralatan tempur dan mesin-mesin pembunuh, sumberdaya manusia juga ikut menentukan, salah satu pengubah situasi pertempuran yang cukup vital adalah peran penembak jitu atau sniper. Sniper sudah mulai berperan di Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Siapa saja sniper terbaik dan legendaris sepanjang masa. Mister coba kumpulkan beberapa referensinya.
Lyudmila Mykhailivna Pavlichenko
Sementara masih banyak Angkatan Bersenjata di dunia yang berdebat soal keikutsertaan wanita dalam pertempuran, Uni Soviet sudah sejak lama melakukannya dengan merekrut sekitar 2000 wanita penembak jitu (sniper) selama Perang Dunia II.
Tahun 1941, ketika dengan tanpa alasan NAZI menginvasi Uni Soviet kecuali untuk menunjukkan kekuatannya, jutaan orang Rusia marah, termasuk kaum wanita, mereka pun menjawab panggilan negara untuk mempertahankan tanah air mereka. Puncak dari invasi Nazi ke baltik adalah saat pengepungan dan pembumihangusan kota Stalingard yang melegenda. Perang di Stalingard juga merupakan titik balik yang menetukan di perang dunia II.
Lyudmila Mykhailivna Pavlichenko,seorang gadis 24 tahun yang sedang berkuliah di Fakultas Sejarah Universitas Kiev, Ukraina, melangkahkan kakinya menuju perekrut relawan lokal dan menawarkan dirinya untuk direkrut sebagai infanteri. Namun tentara perekrut yang menghadapinya (kemungkinan seorang laki-laki) mengatakan kepada Pavlichenko bahwa dia lebih cocok menjadi perawat daripada tentara. Pavlichenko pun menolak.
Pavlichenko bersama petinggi militer soviet |
Sepertinya Pavlichenko tidak pernah berpikir untuk memakai seragam perawat dan beraksi layaknya Florence Nightingale. Yang ada dalam pikirannya tampaknya hanya ingin membunuh tentara Jerman yang menginvasi Rusia. Dia kemudian mengeluarkan lencana Voroshilov Sharpshooter dan sertifikat sniper miliknya, yang keduanya dia peroleh saat remaja sebagai anggota OSOAVIAKhIM, sebuah klub menembak khusus non militer yang suatu saat akan dipanggil oleh negara bila dibutuhkan. Pavlichenko sendiri sudah tergabung sejak berusia 14 tahun. Dan akhirnya Pavlichenko diterima.
Setelah lulus dari pendidikan singkat sniper, dengan senapan Mosin-Nagant 1891/30 7,62mm (4x optical scope), Pavlichenko ditugaskan bersama Red Army 25th Rifle Division di dekat Odessa, dimana ia dengan cepat membunuh 187 tentara Jerman hanya dalam waktu dua setengah bulan. Ketika Jerman sudah menguasai Odessa, Pavlichenko kemudian dipindahtugaskan ke Sevastapool di Semenanjung Krimea, di mana disini ia berjuang selama 8 bulan dan menambah lagi angka korbannya sebanyak 122 tentara Jerman. Dalam sebuah pertempuran, Pavlichenko pernah menggantikan komandan batalyon yang tewas dan kemudian ia pun terluka tetapi menolak untuk meninggalkan medan perang.
Vasily Zaytsev |
Dari aksi-aksi snipernya, total Pavlichenko sudah membunuh 309 tentara NAZI (ini hanya jumlah yang dikonfirmasi). Yang lebih mengesankan lagi adalah dari jumlah tersebut, 36 diantaranya adalah juga sniper yang juga ingin membunuhnya, yang salah satu diantaranya telah membunuh lebih dari 500 orang. Hal ini berdasarkan buku catatan yang berisi tanggal dan lokasi penembakan yang dibawa oleh sniper tersebut. Namun tidak bisa dipastikan siapa sniper hebat Jerman itu, hanya sedikit sumber terpercaya yang menyebutkannya. Ada juga yang menyebutkan bahwa sniper itu adalah Heinz Thorvald, seorang Kolonel SS, pemimpin sekolah sniper Jerman di Zossen.
Heinz Thorvald sendiri disebut-sebut adalah Erwin König sniper legendaris terbaik jerman yang oleh otoritas jerman sekalipun tidak pernah diakui keberadaannya. Yang sudah pernah menonton film ‘Enemy At The Gates’ (2001) pasti kenal dengan penokohan sniper yang satu ini. Dalam film yang dibintangi Jude Law dan Ed Harris tersebut, digambarkan duel mematikan antara 2 sniper handal (yang diwakili oleh perwira Wehrmacht bernama Major Koenig) melawan sniper Soviet (Vasily Zeitsev). Belum diketahui mana yang benar. Referensi selengkapnya mengenai duel Zeitsev vs Konig baca disini.
Pavlichenko biasa “pergi berburu” sendiri atau dengan rekannya satu divisinya. Saat fajar, ia akan berbaring diam selama berjam-jam atau hari untuk menunggu tentara Jerman. Pernah dia dan rekannya terlihat oleh tentara Jerman yang akhirnya melepaskan tembakan mortir. Rekannya terluka parah dan Pavlichenko berhasil mengevakuasinya dari medan perang, tapi rekannya tidak bertahan. Sejak saat itu, dia semakin termotivasi berjuang lebih keras untuk membalas kematian rekannya. Hingga pada bulan Juni 1942, Pavlichenko terluka karena tembakan mortir dan akhirnya ditarik dari pertempuran kurang dari sebulan setelah lukanya pulih.
Selanjutnya Pavlichenko menghabiskan masa perang sebagai instruktur di sekolah sniper Rusia, dimana disana ia mendidik sniper generasi baru. Setelah perang berakhir, ia melanjutkan kembali kuliah sejarahnya di Universitas Kiev dan selanjutnya bekerja sebagai sejarawan dan peneliti militer untuk Departemen Pertahanan Uni Soviet. Pada 10 Oktober 1974, Pavlichenko akhirnya meninggal dunia di usia 58 tahun.
Perangko Pavlichenko yang diterbitkan tahun 1976 |
Pada tahun 1943, Uni Soviet menganugerahkan Pavlichenko dengan penghargaan Gold Star of the Hero (penghargaan tertinggi di Uni Soviet) juga mendapatkan medali Order of Lenin sebagai Soviet sniper World War II. Kemudian pada tahun 1976 Uni Soviet menerbitkan lagi perangko untuk mengenangnya (sebelumnya di tahun 1943).
Dengan total 309 korban jiwa, Pavlichenko masih memegang rekor untuk jumlah tertinggi korban yang dibunuh oleh sniper wanita. Namun masih jauh dari rekor korban sniper terbaik dalam sejarah “Simo Häyhä” yang sebanyak 542 korban jiwa.
Simo Hayha
Simo Hayha lahir pada 17 Desember 1905 dan meninggal pada 1 April 2002 pada umur 96 tahun. Dijuluki sebagai “White Death” (Kematian Putih) oleh tentara Soviet, Simo adalah seorang tentara Finlandia. Ia adalah seorang petani dan pemburu yang telah melewati masa wajib militer 1 tahunnya.
Ketika Uni Soviet menyerang Finlandia tahun 1939 dalam Perang Musim Dingin, ia memutuskan untuk membantu Finlandia. Dengan hanya menggunakan senapan standar, ia memiliki rekor membunuh terbesar dalam peperangan.
Simo Hayha |
Dalam suhu minus 20 dan 40 derajat Celsius, dengan berpakaian berwarna putih, ia telah membunuh 505 tentara Soviet, dan 542 jika kematian yang tidak pasti diikutsertakan. Selain membunuh dengan cara sniper, Simo juga membunuh dua ratusan orang dengan senapan Suomi KP/-31, meningkatkan jumlah orang yang dibunuhnya menjadi 705. Seluruh pembunuhan dilakukan Häyhä dalam waktu kurang dari 100 (seratus) hari.
Ketika pasukan khusus yang dikirim Russia untuk menghabisi Hayha semua tewas, Russia mengumpulkan sebuah tim counter-sniper untuk mengimbangi kemapanan Hayha dalam menembak jauh (sniper VS sniper). Namun tidak ada satu pun dari mereka yang selamat dari bidikannya. Dalam masa 100 hari, Hayha membunuh 542 prajurit dengan senapannya. selebihnya dia habisi dengan SMG. Jumlah keseluruhannya mencapai 705 orang.
Berkamuflase di antara tumpukan salju untuk membantai tentara musuh tanpa sempat diketahui sang korban. Namun, ada yang unik dari sosok yang satu ini. Dia mampu menembak hingga jarak 400 m dengan senapan bolt-action tanpa scope, dan hanya mengandalkan ketajaman penglihatannya.
Pada akhirnya, tidak ada satupun prajurit Russia yang berani mendekati area-area dimana Hayha diperkirakan bersembunyi. Tentara Russia kemudian melaksanakan carpet-bombing di area-area yang diperkirakan sebagai tempat Hayha bersembunyi. Namun Hayha berhasil selamat dari taktik carpet-bombing Russia yang dilancarkan hanya untuk dirinya seorang.
Hayha dimasa tua (lingkaran merah) |
Tanggal 6 Maret 1940, seseorang yang beruntung berhasil menembak Hayha di kepala dengan peluru peledak. Ketika ditemukan dan dibawa kembali ke markas, setengah dari kepala Hayha telah hancur The White Death telah berhasil dihentikan. Namun nyawa Simo masih bisa diselamatkan walau sempat koma hingga perang usai. Häyhä wafat dalam usia tua 96 tahun di Hamina, Finlandia tanggal 1 April 2000.
Atas jasanya, Häyhä mendapatkan kenaikan pangkat dari Kopral ke Letnan Satu oleh Marsekal Lapangan C.G.E. Mannerheim, pimpinan tertinggi militer Finlandia saat itu. Ketika diwawancarai pada tahun 1998 tentang bagaimana caranya dia bisa menjadi sniper yang baik, jawabnya, “Latihan.” Saat ditanya apakah dia menyesal telah membunuh banyak orang dia menjawab, “Saya lakukan yang diberitahukan pada saya untuk dilakukan dan juga yang saya bisa.”
(Berbagai sumber)
from Halo Dunia http://ift.tt/2lor3V9
via IFTTT
0 Comments